Apa lambang Negara Republik Indonesia? Ya Burung Garuda. Mengapa Negara
kita menggunakan lambang Negara seperti itu? Sejak kapan menggunakan
lambang Negara tersebut? Apa saja arti dari Lambang Negara RI itu?
Burung garuda berdekatan dengan burung elang Rajawali. Burung ini
terdapat dalam lukisan di candi-candi Dieng yang dilukiskan sebagai
manusia berparuh dan bersayap, lalu di candi Prambanan, dan Panataran
berbentuk menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berambut panjang.
Beberapa kerajaan di pulau jawa menggunakan Garuda sebagai
materai/stempel kerajaan, seperti yang disimpan di Musium Nasional,
adalah stempel milik kerajaan Erlangga.
Burung Garuda ditetapkan sebagai lambang Negara RI sejak diresmikan
penggunaannya pada 11 Februari 1950, dan dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah no 66 tahun 1951. Penggagasnya adalah Sultan Abdurrahman
Hamid Alkadrie II atau dikenal dengan Sultan Hamid II, yang saat itu
sebagai Mentri Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pencipta Lambang Negara Burung Garuda Pancasila
Garuda itu adalah seekor burung yang hidup dalam dunia khayalan,
terutama dalam pewayangan. Garuda dianggap mulia karena memiliki
kekuatan dan kecantikan parasnya. Sehingga banyak yang menggunakannya
dalam berbagai kegiatan yang dianggapnya menunjukkan sebuah power dan
tentunya kebebasan karena garuda bebas bisa terbang ke mana saja.
Cerita garuda bisa jadi lambang negara adalah benar kalau itu ada
pengaruh sultan hamid II yang cenderung, dulunya memihak belanda (ingat
dia ketua BFO - Perserikatan negara2 non-RI setelah agresi militer
belanda 1). Namun setelah dia diangkat menjadi salah satu pejabat
negara, sebagai wakil yang memiliki pengaruh di Indonesia bagian Timur,
beliau ikut sebuah sayembara yang dikeluarkan Presiden Soekarno untuk
menemukan sosok lambang negara RI yang selama 5 tahun tanpa lambang.
Ketika menjelang HUT RI ke 60, di SCTV ada cerita seorang yang meneliti
tentang asal-usul lambang negara kita. Penelitian ini adalah thesis S2
di UGM. Dari sekian gambar yang masuk, dipilihlah burung garuda ini
(peserta harus menyematkan 5 pilar/sila yang dikenal sebagai Pancasila).
Dari gambar burung purba sampai garuda diperlihatkan dalam siaran
tersebut. Karena memang mencari jawaban tanya selama ini, siapa yang
menggagas lambang RI?, banyak yang bilang Moh. Yamin, namun ternyata
usulan Moh. Yamin, ditolak Presiden Soekarno. Penasaran ini terjawab
sudah, karena di buku jarang banget yang dibahas, sama sebelum tahun
2000-an, bila mencari siapa yang menggagas nama Indonesia.
Sultan Hamid II
Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung
perisai yang merangkum lima sila Pancasila? Tapi orang Indonesia mana
sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu?
Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid
Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad
Alkadrie Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya
mengalir darah Indonesia-Arab walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan
Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian
melahirkan dua anak,kedua anaknya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan
Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian
KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada
kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia
tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan
mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat
agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan
Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting
sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam
perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di
Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone
Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi
sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang
memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri
Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di
Tanah Air menawarkan "over commando" kepadanya, namun dia menolak tegas.
Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.
Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950,
sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman
pasukan TNI ke Kalbar karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari
KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan,
Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak
setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi
Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu
ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan
gambar lambang negara.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974)
sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara,
disebutkan "ide perisai Pancasila" muncul saat Sultan Hamid II sedang
merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa
hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar
negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila
divisualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia
Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio
Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki
Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka
sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan
lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono
melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik,
yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya
yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya
M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan
pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan
Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi
kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang
semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan
semboyan "Bhineka Tunggal Ika".
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat
Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno.
Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan
dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang
telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga
tercipta bentuk Rajawali Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet
RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya "Sekitar Pancasila" terbitan Dep Hankam,
Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan
Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "Gundul"
dan "tidak berjambul" seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai
aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid
II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk
pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des
Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung
Rajawali Garuda Pancasila yang "Gundul" menjadi "berjambul" dilakukan.
Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke
belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan
Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah
diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian
memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan
tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid
II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan
bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran
dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya
diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974.
Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto
gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal
Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.