Istana
Negara dibangun tahun 1796 untuk kediaman pribadi seorang warga negara
Belanda J.A van Braam. Pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh
pemerintah Hindia Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan
pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jendral Belanda. Karenanya
pada masa itu istana ini disebut juga sebagai Hotel Gubernur Jendral.
Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua, namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih kurang 3.375 meter persegi.
Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua, namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih kurang 3.375 meter persegi.
Sesuai dengan fungsi istana ini,
pajangan serta hiasannya cenderung memberi suasana sangat resmi. Bahkan
kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah Belanda,
disamping hiasan dinding karya pelukis – pelukis besar, seperti
Basoeki Abdoellah.
Banyak
peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara. Diantaranya ialah
ketika Jendral de Kock menguraikan rencananya kepada Gubernur Jendral
Baron van der Capellen untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro
dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Juga
saat Gubernur Jendral Johannes van de Bosch menetapkan sistem tanam
paksa atau cultuur stelsel. Setelah kemerdekaan, tanggal 25 Maret 1947,
di gedung ini terjadi penandatanganan naskah persetujuan Linggarjati.
Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr.
Van Mook.
Istana Negara berfungsi sebagai pusat kegiatan
pemerintahan negara, diantaranya menjadi tempat penyelenggaraan acara –
acara yang bersifat kenegaraan, seperti pelantikan pejabat – pejabat
tinggi negara, pembukaan musyawarah, dan rapat kerja nasional,
pembukaan kongres bersifat nasional dan internasioal, dan tempat jamuan
kenegaraan.
Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai
masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala
pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Negara sebagai
kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar