tony gunawan
Dia akan bertanding untuk cabang bulutangkis ganda putra, sekaligus
hadir sebagai pelatih untuk Rena Wang, tunggal putri Amerika. "Ini
sungguh kejutan bagi saya," tutur atlet berusia 37 tahun itu, kepada
Pasadenanews. "Sudah 12 tahun lalu (saat dia mempersembahkan medali emas
untuk Indonesia di Olimpiade Sydney). Saya akan berangkat."
Tony yang sudah pindah ke Amerika secara permanen sejak 2002 itu,
mulanya hanya bersekolah. Kemudian melatih, sampai akhirnya ikut menjadi
pemain yang mewakili negara tersebut. Bersama Tony, ada Halim Haryanto
Ho yang awalnya sama-sama melatih di Orange County, California, Amerika
Serikat. Saat masih berpasangan dengan Tony dan membela Tim Merah Putih,
atlet kelahiran 1976 ini menjadi juara dunia ganda putra (2001) dan
juara All England (2001).
Haryanto Ho
Begitu juga dengan Mia Audina, atlet bulutangkis Indonesia. Semula
dia diharapkan bisa menjadi pengganti Susi Susanti, atlet bulutangkis
andalan Indonesia pemegang medali emas Olimpiade Barcelona pada 1992.
Apa boleh buat, Mia diboyong suaminya ke Belanda. Paspor peraih medali
perak pada Olimpiade Atlanta 1996 itu pun berubah, dari Indonesia ke
Belanda.
Lalu ada Albertus Susanto Njoto yang memilih menjadi warga negara
Hong Kong lantaran merasakan ketatnya persaingan di Pelatnas Indonesia.
Satu-satunya prestasi menonjol saat masih dalam tim Indonesia adalah
juara Filipina Terbuka 2006 untuk ganda putra, berpasangan dengan Yohan
Hadikusuma. Setelah itu, dia mewakili Hong Kong sebagai negara barunya
dalam beberapa kejuaraan internasional.
Menanggapi kepergian para atlet Indonesia untuk menjadi warga negara
lain, Icuk Sugiarto, juara dunia bulu tangkis pada 1983 dan 1986
menegaskan atlet yang mempunyai nasionalisme tinggi tidak akan membela
selain negaranya sendiri. Kendati pun, belum mendapatkan dukungan atau
fasilitas yang memadai dari negaranya sendiri.
“Mia dan Tony pernah menjadi pemain top untuk Indonesia. Saya rasa
tidak jadi masalah, karena di Indonesia sendiri saat itu Mia sudah tidak
terpakai. Sedangkan Tony kuliah,” jelas Icuk.
Pernyataan senada juga diungkapkan jebolan PB Djarum yang mempunyai
julukan Smash 100 Watt, Hariyanto Arbi. Tapi setahu dia, Tony Gunawan
tidak pindah warga negara pada saat itu, melainkan sedang melanjutkan
studinya di Amerika, yang kemudian mendapatkan tawaran bermain di sebuah
klub bulu tangkis di sana.
Sebagai kompensasi dari menerima tawaran itu, katanya, “dengan
catatan membiayai dan memfasilitasi kebutuhannya.” Hariyanto sendiri
setelah pensiun, menggeluti bisnis peralatan olahraga bulu tangkis
Flypower.
Kendati demikian, Hariyanto memperingatkan
pemerintah agar lebih peduli memberi dukungan guna meminimkan
hengkangnya bakat-bakat berkualitas Indonesia ke negeri lain. “Negara
lain memberikan jaminan seumur hidup kepada atletnya. Memberikan
asuransi ketika sudah tidak menjadi atlet,” ujar Hariyanto.
Sementara di Indonesia, lanjutnya, jika sudah
bukan atlet lagi tidak mendapatkan apa-apa. “Di Malaysia tiap bulan para
atlet mendapatkan gaji, jaminan dan asuransi,” tambahnya.
Sedangkan Icuk yang kini menjadi staf ahli Menteri Pemuda dan Olah
Raga, menginginkan agar Indonesia fokus memberikan dukungan kepada atlet
maupun cabang olah raga di Indonesia. Kata dia, tidak ada alasan untuk
tidak mengucurkan bantuan.
Alasannya, anggaran dari negara dalam 10 tahun terakhir, lebih dari
cukup. Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah bersikap adil kepada
cabang olah raga prestasi seperti bulutangkis, catur, taekwondo dan
angkat besi.
“Sangat tidak adil dan tidak ada kesinambungan jika kami turun
peringkat di kelas dunia mendapatkan cemoohan, sedangkan cabang olah
raga lain yang hanya mampu bersaing di tingkat Asia lebih mendapatkan
perhatian,” sesal Icuk.
Sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar